Writing is healing

Tahun 2019-2020 kayaknya itu kala terakhir kali aku nulis di blog yah, padahal blognya sendiri masih setia nongkrong di WordPress. Kemarin-kemarin sempet ada niatan mau di non-aktifkan aja sekalian daripada ga aktif segitu lama, tapi kok jadi sayang sendiri. Ibarat ngebesarin anak kecil, umur si blog mungkin bisa disamakan dengan umur anak SD kali ya. Apalagi sekarang emang kondisi lagi hamil 23 minggu alias 5 bulan. Kayak kasihan aja begitu, masa mau di ‘buang’ setelah bertahun-tahun jadi tempat curhat paling setia. Mungkin ini saatnya balik lagi ke hobi lama yang sering pasang surut terlupakan. Semoga dunia blog menyambut lagi dengan ramah (apasih ya wkwkwk).

Update kehidupan selama dua tahun belakangan ini yaa… Begitu adanya.

Dikenalkan sama seseorang dari tetangga,

dilamar,

menikah bulan Juli 2021 kemarin,

terus sebulan kemudian langsung hamil.

Melewati bulan-bulan itu juga, ada peristiwa-peristiwa suka duka yang sebenarnya ada sih keinginan pengin di tulis di blog. Tapi entah kenapa jadi sungkan mau cerita satu-satu. Semakin tua, perasaan makin takut mau beber kehidupan pribadi di internet. Walaupun tahu sih aku ini bukan siapa-siapa yang kehidupan pribadinya bakal dicari orang. Tapi tetep aja, was-was itu pasti ada. Habisnya jaman sekarang apasih yang ga bisa internet cari tahu? Modal cuma Facebook dan Instagram aja bisa ngungkap kriminal. Ga usah jauh-jauh, yang dekat-dekat disekitar kita aja lebih nyaman cari tahu lewat sosmed ketimbang berusaha memahami pribadinya langsung. Salah satu alasan kenapa aku jadi ga pernah lagi nulis di blog ya karena biar ga kegoda ngesosmed lagi. Itu dunia yang toxic, yang kalo terlalu di dalami malah jadi bumerang buat diri-sendiri dan emang dasarnya udah banyak pengalaman pribadi yang kejadian.

Beberapa hari yang lalu, salah satu peristiwa duka penutup tahun ini datang dari pihak keluarga bapak. Yayik (Bapaknya Ayah) yang sudah bertahun-tahun sakit karena menua akhirnya tutup usia. Aku, Mamak, bahkan Ali berangkat ke Penumangan Lama untuk melayat, mengantarkan Yayik ke liang lahat untuk terakhir kalinya. Bulan Juni lalu sebelum nikah, Mbah (Ibunya Mamak) lebih dulu berpulang, dikremasi dengan ritual ngaben adat Hindu Bali. Sekarang-sekarang inilah baru kerasa tahun ini berat, kehilangan keluarga sepuh… Dibuat sadar kalau kita tuh sudah tua. Nantinya bakal jadi orang yang menggantikan posisi mereka menjadi yang meninggalkan para generasi muda.

Ketemu sama sepupu Bapak (anak pamannya bapak yang kebetulan umurnya dekat) yang dulunya teman sepermainan jaman remaja dulu juga bahasannya ga jauh-jauh; ya ampun… Itu si A udah bujang, Mashaallah… Tante B udah gadis ternyata anaknya. Dan akhirnya masuk ke satu kesimpulan bersama ;

Batin, kita udah menua ya. Kita sendiri yang menolak untuk menua.

Tapi umur ga berbohong. Bentar lagi bakal jadi ibu yang harus ngajarin anaknya tentang dunia dan akhirat. Entah apa bisa. Urusan dunia aja masih morat-marit, masih pincang sana-sini kalau mau jalan. Mau ditangisin, dimarahin, disesalin, malah jadi merasa bodoh sendiri. Ngeluh pun udah ga sama nyamannya kayak dulu, kayak jaman kerja, siapa aja siap sedia kuping untuk mendengarkan dan mulut untuk julid. Mungkin benar, writing is healing. Daripada dipendam jadi penyakit, aku tumpahkan disini aja. Siapa tahu menyehatkan.

Doain ya, siapapun dari kamu yang baca post ini, biar kita sama-sama sehat walafiat. Semoga dengan nulis lagi di blog bisa jadi self-healing terbaik yang bisa aku usahakan buat diri aku sendiri. Aamin.

Jurnal Tentang Perubahan : Isi Tas

Keseharian dan Kebiasaan Yang Mempengaruhi Isi Tas..


Sebenarnya, sadar dengan isi tas yang menumpuk itu adalah hal yang biasa terjadi. Pas jaman sekolah dulu, tentu yang dibawa ya seputar buku dan alat tulis. Begitu masuk kuliah, bertambah jadi sedikit-sedikit harus bawa charger handphone dan earphone, atau laptop, atau USB drive berbagai ukuran besar daya penyimpanan. Lebih heboh lagi waktu masih bekerja di mall, segala perintilan makeup jadi satu dalam pouch lalu masuk ke dalam tas berikut dengan tissue pack, minyak kayu putih atau freshcare, parfum, kacamata, vitamin rambut, case lensa kontak, dompet dan tidak lupa handphone. Saking lengkapnya seisi tas selama kerja disana dulu, begitu kena musibah kejambretan ya hilang segala barang-barang penting. Tapi ya begitulah…. Live must go on kan?

Ketika Musibah Dan Pengalaman Membuat Kita Mulai berpikir..

Setelahnya, kejadian yang untungnya sampai saat ini cuma sekali terjadi (dan amit-amit jangan sampai kejadian lagi) bikin aku mikir lagi tentang apa yang sebenarnya harus dibawa ke dalam tas saat bepergian. Awalnya sih karena masih kebawa rasa paranoid, kemana-mana hampir nggak pernah bawa dompet atau pouch makeup. Uang juga cuma seperlunya aja, dan kadang smartphone ditinggal di kosan. Tapi yah, namanya juga cewek. Mana betah kalau isi tasnya nggak lengkap. Akhirnya kembali lagi deh miss bedak plus lipstik, miss kacamata ala kekinian, dan dompet yang gemuk diisi uang cash. Mikir sih mikir, penting banget harus dibawa? Tapi dasarnya sudah kebiasaan, tuman, kalau kata orang, akhirnya nyemplung dah isi barang-barang yang sama seperti  sebelumnya ke dalam tas. Yang katanya trauma jadi kembali lagi beraksi.

Kemudian, aku mencoba kerja di pasar lokal daerahku. Dapat kerjaan di toko grosir pakaian, yang punya kebetulan baik banget memperbolehkan aku tinggal di rumahnya. Selama 1,5 bulan bekerja disitu, ada 10 hal yang wajib aku bawa : Handphone, bedak, lipstik, pensil alis, sisir, kaca, lotion, parfum, dan mukena. Terakhir tinggal uang yang cuma sebagai pelengkap, karena makan minum sudah ditanggung bos. Di luar dari 10 barang itu, aku hampir nggak pernah bawa hal lain lagi. Anehnya justru nggak ada masalah, nggak merasa ada yang kurang. Dibanding dulu yang mungkin kerasa aneh kalau makeup nggak dibawa satu pouch lengkap, atau handphone tanpa earphone, vitamin rambut supaya rambut nggak berantakan kalau keluar rumah, dan bahkan tissue pack bisa beranak jadi dua atau tiga di dalam tas.

Awalnya aku nggak merasa hal ini penting dan cuma mencoba untuk go with the flow aja. Toh, kebiasaan kan ga bisa diubah dalam sekali atau dua kali tindakan. Kalau semisal aku dapet kerjaan di Retail lagi atau jenis kerjaan lain yang bakal harus bawa makeup lengkap, bisa jadi isi tasku bertumpuk seperti sebelumnya. Karena itu, belakangan ini aku berusaha banget untuk strict dengan kebiasaan baruku yang sekarang; menyederhanakan isi tas.

Kenapa Harus memilih dan Memilah Isi Tas Agar Sederhana?

Kalau ditanya kenapa, yaa jawabannya jelas. Karena seharusnya kita cuma bawa yang perlu aja kan? Kalau dipikir lagi, memang dari dulu juga sebenarnya makeup lengkap cuma diperlukan selama jam kerja. Selebihnya ya bebas, nggak perlu harus pakai makeup segitu full di luar jam kerja. Hanya aja, kebiasaan dan gaya hidup membuat segala sesuatu harus ada dan tersedia sehingga sulit memilah mana barang yang lebih penting untuk dibawa. Kenyataannya, isi tas jadi nggak pernah selaras dengan kebutuhan asli. Misalnya aja, sudah pakai softlens demi fashion masih juga bawa kacamata. Atau Lipstik yang rasanyarasanya nggak afdol kalau cuma punya 1 warna. Padahal, Isi tas sudah segitu seabreknya pun tetep harus pakai dompet yang modelnya besar biar macam orang berduit. Nah, jadi malu sendiri kalau ingat aku yang waktu itu.

Itulah kenapa aku rasa mengevaluasi dan menyederhanakan isi tas sendiri merupakan hal yang penting, supaya kita bisa menekan perilaku konsumtif dan bersikap lebih efisien. Sedikit – sedikit aja sih, pelan – pelan mulai mengeluarkan barang yang ga perlu dari dalam tas. Pilihan tas yang aku pake pun sekarang jauh lebih kecil dari yang selama ini biasa aku pake, biar lebih compact dan ga ribet. Jadi, sekarang ini list barang yang aku biasa bawa di dalam tas;

1. Bedak, lipstik, kaca.
Well, rasanya hampir mustahil kalau 3 benda ini nggak jadi benda wajib yang mesti di bawa. Tapi setidaknya aku bisa tahan untuk nggak bawa mascara, eyeliner dan pensil alis. Selain karena mascara dan eyeliner sudah jarang di pakai, pensil alis juga dirasa cukup kok dipakai sekali pas sebelum berangkat. Bedak dan lipstik juga aslinya dibawa buat jaga-jaga aja, siapa tahu makeup luntur kena keringat.

2. Tissue pack
Karena aku gampang keringetan dan kena flu. Ini benda wajib yang kayaknya susah lepas dari tas.

3. Kacamata
Walaupun nggak minus, mataku gampang berair kalau kena debu dan angin kencang. Jadi gunanya kacamata sih sebenarnya sebagai pengganti helm.

4. Card holder
Isinya E-KTP dan uang seperlunya. Fungsinya sebagai pengganti dompet aja sih, biar ga makan tempat dan mengurangi kebiasaan membawa uang lebih.

5. Lotion dan parfum
As always, supaya tetap wangi dan bersih aja. Terutama untuk kulit tangan. Kalau kaki, aku biasa pakai kaus kaki sekarang. Biar nggak belang kena sinar matahari kalau keluar rumah.

6. Handphone dan earphone (Di foto nggak ke-capture karena lupa)

List barang-barang di atas alhamdulillah bisa muat ke dalam satu tas kecil dan semuanya kepake sesuai kebutuhan. Kadang aku mencoba untuk nggak membawa kacamata dan earphone, biar ga merasa butuh banget. Intinya cukup menyesuaikan jumlah barang yang kita bawa dengan apa yang mungkin dibutuhkan selama keluar rumah, jadi bisa membiasakan diri untuk hidup lebih efisien dan minimalis. Aku belajar dari beberapa kali melihat video di youtube tentang minimalism life dimana dengan mensortir kepemilikan barang sesuai kebutuhan sebenarnya lebih menyenangkan dan melegakan ketimbang kebiasaan shopping atau mengoleksi barang untuk melepas stres. Lebih sedikit barang yang kita punya justru bikin hidup lebih tenang, karena kebanyakan orang membeli sesuatu lebih karena laper mata, kebiasaan, atau demi gengsi pribadi yang nggak diperlukan. Padahal setelah dibeli juga belum tentu dipakai terus, atau bahkan malah nggak dipakai sama sekali.

Meninggalkan Ketakutan Akan, “Aduh, Aku Nggak Bisa Kalau Nggak Bawa..”

Guys, memang terkadang hal sepele semacam isi tas sering luput dari pandangan. Orang kebanyakan berpikir, “Lah, kalo nggak ada, pasti susah.” Padahal dunia juga nggak bakal kiamat di tempat cuma gara-gara nggak bawa satu atau dua benda. Pernah kok sekali dua kali aku lupa bawa handphone, dan hidup ini baik-baik saja. Kalaupun ada yang menghubungi, paling tinggal dikasih tahu aja “Maaf, tadi lupa bawa hp,” And that’s it. Nggak pernah tuh sampai ada masalah berarti. Menurutku ini bisa jadi year’s goal yang bagus untuk mengubah perilaku diri sendiri yang terbiasa hidup “harus ada”, toh nggak ada salahnya untuk lebih praktis sama isi tas. Tertarik untuk nyoba?

Keluar Dari Zona Aman

Duluuuuu banget kayaknya aku pernah baca buku psikologi tentang keluar dari zona nyaman. Kalo ga salah sih pas SD yah (haha). Weits, gini-gini bahan bacaan aku di jaman SD bukan macamnya majalah Bobo atau komik Shin-chan, tapi udah merambah ke intisari-intisari majalah dan buku yang ngomongin life struggle dan history. Kalo anak jaman sekarang mah demennya goyang-goyangin jari telunjuk sama jari tengah aja tuh.

Baca lebih lanjut

Perempuannya Yang Jaga Diri terus-terusan, atau…

Di kota besar, perempuan memang mesti pintar-pintar menjaga diri. Mau itu yang masih muda sampai bahkan yang sudah ibu-ibu, aku rasa semuanya pernah at least sekali seumur hidup mendapat perlakuan tidak baik di jalan. Kalo belum, alhamdulillah anda termasuk diselamatkan dari bahaya seperti ini. Ga usah pake acara ngomong, “ah, paling ceweknya aja yang salah. Udah pake baju seksi, jalan sendirian di tempat pula. Gimana ga diganggu orang” , karena berdasarkan pengalamanku malah gangguan-gangguan dari lawab jenis kebanyakan berada di jalan yang rame. Seperti tadi, di trotoar samping Chandra Teluk Betung. Hal sepele, nyentuh pun juga kagak sih sebenarnya. Tapi di depan segitu banyak orang, bapak-bapak merentangkan tangan di depan perempuan seolah-olah mau meluk itu di anggap apa coba? Masih bisa ga dianggep bercanda? Jarak antara aku sama si bapak tukang becak itu sekitar semeteran, jadi ya emang ga nyentuh sama sekali. Tapi bercanda di depan orang banyak ke perempuan yang jelas-jelas ga saling kenal sama dia, kalo aku bisa mungkin sudah aku laporin sebagai tindak pelecehan. Setidaknya kalaupun ga punya pendidikan tinggi, kan masih punya pendidikan agama. Apakah ga berfikir kalau hal semacam ini dilarang agama?

Ini pun terjadi tanpa perlu aku pakai pakaian seksi. Kejadian pun di depan area yang ramai. Mungkin yang membaca post ini akan bilang, “ah lebay. Kan becandaan doang ga usah berlebihan.” Well, seandainya kamu di posisi aku, enak ga kira-kira diperlakukan begitu sama orang ga dikenal? Yang ada bukan ketawa nganggap itu lucu, justru malah takut. Sama yang udah kenal aja masih kaget kalau tiba-tiba digituin, apalagi yang ga kenal begini? Rasa kesalnya pun ga ilang-ilang padahal kejadiannya sudah sejam berlalu.

Jujur aja, kelakuan-kelakuan orang-orang aneh seperti ini bukan pertama kali aku rasain. Dari masih SD aku udah aware dengan kondisi jalan raya, gang dan daerah perumahan sepi itu ga ada yang 100% aman sejahtera. Pernah denger cerita di luar sana tentang anak SD diperkosa bapak-bapak di pinggir jalan? Dulu aku pernah hampir ngalamin kejadian ini di Gang seberang Xaverius 1 Teluk Betung ( kalau yang tahu, tepatnya yang tembus ke puskesmas. Kejadiannya tepat di samping puskesmasnya). Untungnya masih bisa menyelamatkan diri, tapi itu cukup bikin trauma sampai sekarang. Tindakan sex exhibitionism? Aku juga pernah jadi korban laki-laki ga dikenal yang mengeluarkan kemaluannya di daerah Kangkung Dalam, Teluk Betung. Bahkan semasa kerja ini pun bukan sekali dua kali aku diganggu dan dilecehkan orang di jalan; mulai dari yang sekedar colak-colek bokong di angkot sampai ngeluarin kemaluannya. Waduh, bisa dijadiin satu buku kalo diceritain satu-satu. Tapi banyak. Dan ga ada satupun di antaranya dalam keadaan aku pakai baju seksi dan mengundang. Satu atau dua di antaranya memang terjadi tempat yang sepi, tapi seperti kejadian paling pertama yang aku sebutin di awal post malah sebagian besar di tempat yang rame. Bingung sendiri rasany, kok tega sekali melecehkan orang. Kalau lagi pakai tanktop dan hotpants terus diganggu, aku masih bisa nganggap ini murni kesalahan akunya yang ga memakai pakaian sopan saat keluar. Sedangkan ini, sudah pakai celana panjang dan kaus lengan 3/4 gombor segede baju emak gw delalahnya masih kena juga digangg orang di jalan. Aduduh.. apakah Indonesia seberbahaya itu ya sampai di jalan aja ga ada yang aman lagi?

Prihatin loh aslinya aku tuh, karena tingkat kriminalitas di jalan kayaknya makin bikin resah orang-orang yang biasa kemana-mana jalan kaki kayak aku ini. Udah naik motor banyak resikonya entah itu kecelakaan sampai yang kena begal lah, di jalan pun ngalamin hal semacam ini juga. Aa sering banget ngebecandain aku, bilang “Jangan sendirian kalo kemana-mana, ntar kamu di culik.” You have no idea loh actually. Aku udah ibarat makan asam garam sama yang beginian. Masalahnya, salah siapa? Kejadian kayak gini kalau ditanggepin sama pihak berwajib, jawabannya cuma wacana supaya hati-hati, jangan kemana-mana sendirian di tempat sepi dan memakai pakaian yang sopan. Plis deh pak, masa saya beli makan di pinggir jalan yang jaraknya cuma lima menit dari kosan mesti pake rame-rame? Terus salah kitanya gitu kalo jalannya sepi? Atau kalau sepulang kerja kebetulan seragamnya rok pendek atau kaus nyetrit jadinya gimana tuh, salah kita juga?

Permasalahannya adalah hal beginian ga ada pembelaan ke pihak yang dirugikan. Kalau udah ada kasus pelecehan, orang cuma bisa berkomentar ‘Makanya ini dan makanya itu’. Kenyataannya orang-orang yang melakukan tindakan pelecehan begini ya belum tentu dapat ganjaran. Kalo ngelawan, malah balik menyalahkan atau ngelak. Orang cuma bercanda, katanya. Situ senang ya bercanda-bercanda bikin takut orang, situ punya anak atau istri dibegitukan orang kok marah ya? Kan egois ya. Jadinya, yang disuruh ‘tahu diri’ ya pihak perempuan. Ya tahu dirilah, kalau cewek harus hati-hati, ntar diganggu orang. Trus yang ngeganggu mesti diapain? Didiemin aja?

Plis dong, plis ini mah. Tolong renungkan ini. Mesti apa, selalu perempuannya yang kemana-mana harus up-guard kayak dikejer setan, atau pihak-pihak terkait yang seharusnya melakukan tindakan yang benar-benar tegas untuk para pelaku biar ada efek jera?

​They Talk About Hygiene, but..

Aku orangnya dibilang resik-resik banget juga ga sih. Kadang ada waktunya males bin mager tingkat dewa sama urusan kebersihan. As you can see on some stereotypical anak kosan biasanya emang ga ngeribetin mau kosannya rapi dan bersih kinclong karena intinya kamar dipake buat molor, molor dan molor everyday, sehingga aku pun juga seperti itu. Yeesss, molor is my favorite hobby. Dan kosan aku juga bukan kompleks boarding house yang elite serba bersih juga, so we’re talking about the place where people in different ranges of hygiene awareness here. Ga usah kaget seandainya suatu hari kalian ke kosan aku dan bertemu dengan tikus segede alaihim, kucing sial yang suka boker dan pipis sembarangan (dan kemaren baju-baju aku jadi korbannya!), dsb dsb. Buat aku, itu biasa banget malah. I’ve experienced worst than those. Heh.

Permasalahannya adalah kita-kita yang termasuk ke bagian orang-orang penjaga kebersihan ternyata lebih sedikit ketimbang yang tutup mata sama hal ini. Misalnya kayak aku yang ga biasa naro sampah di luar kamar dan sengaja di taro di dalem biar para hewan liar ga ngegasak di malam hari (believe me, they do wild), kenyataannya masih kalah saing sama yang sekian nama di kamar-kamar sebelah dengan sampah mereka yang aduhai banget ganggu pemandangannya. Nah, kalo udah digasak hewan-hewan liar, yaudah ngomel aja trus diberesin. Besoknya taro lagi di luar, lengkap sama cucian piring kotor. Aku ga tau kenapa susah banget buat mereka setidaknya mengumpulkan cucian piringnya di dalam ember gitu kalo belum sempet dicuci, toh malah lebih gampang diatur daripada ditenggerin di samping pintu. Tapi seperti yang aku bilang, mereka kayaknya tutup mata dan nganggap itu masalah sepele. Nyapu lantai aja cuma dipinggirin di pojok, ngotorin lantai yang kebetulan dikarpetin dan dibiarin aja sampe mengerak dan nempel ga karuan. Ini SPG loh, yang notabene cantik dan wangi di tempat kerja tapi ampun parah joroknya di kosan sendiri.

Is it full their responsibility? Ibarat ada gula nganggur pastinya ngundang semut, kalo ada kondisi kosan dan penghuninya yang begitu pasti ga jauh-jauh dari si pemilik kosan yang juga ga terlalu pedulian mau kosannya bersih atau ga. Of course doski bakal ngamuk kalo sampah ga dibersihin, atau sejauh mata memandang semua pada berantakan ga jelas dan kotor, tapi ya cuma marah sebatas ngomong. WC sering banget meluap dan akhirnya ga bisa kepake juga banyakan diem aja. Walaupun kosan aku kebetulan menyambung ke rumah tetangga yang kamar mandinya bebas dipake, kalo malem-malem ya musti buka pintu belakang dan sendirian ke kamar mandi di luar area kosan juga rada horor yekan. Masalah tikus juga ga diapa-apain, dan aku udah ga tau lagi berapa kali cucian baju aku kena ‘bom’ si tikus-tikus janaham itu. Dikiranya pispot kali yah. 😤😤😤

Itu cuma sebagian kecil dari masalah kebersihan di kosanku yang kayaknya dari tahun ke tahun ga pernah difix. Penghuni kosan akan selalu jadi seperti biasanya mereka, tutup mata dan nganggep itu hal biasa. But the thing is, ketidakpedulian orang terhadap masalah kebersihan ga cuma terjadi di kosan doang. Akhir-akhir ini aku jadi risih banget akibat seringnya ngeliat temen-temen kerja aku yang bisanya cuma “IH JOROK!!” histeris ga jelas tapi ya udah ga ngapa-ngapain. Ada sedikit kotoran di WC malah ditinggal dan ga mau ngeluarin tenaga dikit buat disiram. Ya iyalah jorok kalo kotor, lah terus mau diam aja gitu? Aku curiga jangan-jangan di rumahnya juga pada kayak gitu kali yah, ninggalin kamar mandinya tanpa ngebersihin lagi begitu tau kotor hanya karena itu bukan dia pelakunya? Katanya bersih itu sebagian dari iman, tapi kok..?

I just want to say this for you guys; please don’t be picky to give a hand. Di tempat kerja aku kalo ada yang lagi bongkaran barang obral, ngangkat dan narik wagon atau koli ke gudang banyak yang bantu. Kasihan, itu temen kita lagi butuh bantuan, mereka suka bilang kayak gitu. Kenapa ya ga kita anggap aja kondisi WC yang kotor itu adalah problem yang harus kita bantu biar yang lain juga bisa pake tuh WC nanti. Dan itu cuma sedikit darah di WC, atau hal-hal lainnya yang ga kita sentuh sama sekali secara langsung. Siram doang kan langsung ilang juga, kenapa ribut? Makanya kemarin pas ada temen aku sibuk menganalisa apakah yang di WC pertama dari 3 WC tersedia itu bekas darah atau bukan tapi ya udah ngoceh aja ga ngapa-ngapain (tapi dia juga lagi make WC kedua jadi itu understandable) dan yang lainnya juga pada heboh, aku langsung keluar dari WC ketiga dan siram WC yang kotor itu sampe bersih. Wess..  Ga jadi mules. Keburu bete duluan. Hari ini terjadi hal yang sama, WC kosan kotor dan cuma ditutup doang pintunya. I’m. absolutely. miffed. Aku gondok. Ciyus deh.

Harapanku tahun 2018 : semoga orang-orang jangan sok risihan sama kondisi suatu tempat yang jorok dan kotor tapi ga ngapa-ngapain, dan bisa berpikir sedikit lebih dewasa untuk setidaknya suka rela menjaga kebersihan demi kenyamanan bersama. Sorry deh yah postingan awal tahun malah ngomong ginian, tapi kayaknya harus deh. Menjadi lebih baik dari awal tahun kan bisa di mulai dari hal kecil juga.

Review : Odessa Matte Lipstick

Tiba-tiba iseng pengin search lipstik Odessa yang baru-baru ini jadi new favorite aku, ternyata ga banyak ya yang bikin review tentang brand satu ini. Aku sendiri juga baru-baru ini nyoba setelah kesel banget sama liquid lipstik keluaran brand lain yang katanya awet tapi ternyata ga nyampe sebulan udah kering. Padahal aku cuma punya lipstik warna merah satu dan currently lagi ga bisa ngeluarin budget terlalu banyak buat kosmetik. So I think it’s alright if I do some review for this baby, right?


Anyway, based on Odessa Cosmetics Facebook Fage, lipstick bergenre long-lasting matte ini memang produk baru yang sepertinya dikeluarkan sekitar Januari lalu. Smooth dan light feel, swatching lipstik ini memang enak dan ga seret di bibir. Odessa matte lipstik juga memiliki kandungan vitamin E yang baik untuk menjaga kesehatan bibir. Dari foto yang di upload di FFnya, ada sekitar 24 shade dikeluarkan untuk produk ini. Sayangnya di Chandra Teluk Betung aku cuma pernah lihat 5 shade aja, dan 3 di antaranya udah aku coba. Yaa mungkin karena masih baru jadi ga semua shade dikirim ke store sini, soalnya takut ga laku kali yah. Haha..
Back to the main point, seperti yang aku bilang tadi soal lipstik liquid brand lain yang ngakunya long lasting padahal kagak, pas banget waktu itu lagi acara belanja karyawan dan Eternally lagi ada acara diskon 20% setiap pembelanjaan dua pcs atau lebih. Tadinya udah mau ngambil lipstik lain karena lipstik merah diperlukan buat kerja, eh diajak temen nyoba lipstik Odessa ini. Dan ternyata enak banget. As it says, the texture is smooth and light feel. Pas dipake rasanya cukup nyaman dan coveringnya bagus. Untuk lipstik dengan harga terjangkau, that’s really something. Rata-rata lipstik matte lumayan mahal, contohnya Wardah yang sekitar 45ribuan dan Purbasari pun juga ga jauh beda. Odessa ini cuma 39ribu aja, dan kalo kamu yang tinggal di Bandar Lampung beli di Chandra Dept. Store bakalan dapet diskon 10% dengan belanja menggunakan kartu VIP Chandra. Selain itu kamu juga bisa dapet diskon 20% minimal beli dua produk Odessa. Shortly speaking, oke banget.
Let’s talk the goods about this lipstik;

  • First, it smooth and light. Nyaman saat diswatch dan selama dipake juga ga kerasa kering banget. Berasa ringan juga, jadi kayak ga pake lipstik matte. Biasanya lipstik matte ninggalin rasa berat dan numpuk gitu, tapi yang ini ga terlalu berat. It’s a great point I should give credit for.
  • Second, warnanya bagus dan tahan lama. Bertahan sekitar 7 jam kalo ga dipake makan makanan berminyak. Kalo minum ga ninggalin bekas juga (namanya juga matte). Mungkin sekitar 5 jam ke atas agak sedikit pudar, you might want to add a bit. Tapi overall warnanya bertahan banget selama aku kerja sekitar 7 jam. Malahan kalo lagi makan, aku jarang banget harus retouch lipen soalnya masih merah merona aja ni bibir. Hemat bingit kan sis? 😁😁 Aku beli pertama kali tanggal 26 Februari kemarin, dan terakhir aku pake kondisinya tinggal 1 cm dari ukuran panjang awal sebelum dipake. Dan aku makenya 6 hari seminggu. Gimana ga cinta banget coba? 
  • Third, karena ini lipstik konvensional berbentuk stik, it’s easy to clean with tissue. Yaah.. Tetep harus pake pembersih khusus bibir lah ya biar bibir kamu ga gampang item. But I personally prefer this item gegara rasa ga nyamanku waktu make lipstik liquid. Ga enak, kering bingit, terus dibersihinnya juga susah. Di saat trend matte liquid lipstick lagi in banget, kayaknya aku bakal tetep milih lipstick konvensional yang nyaman dan mudah dibersihin. Packaging juga sederhana dengan bentuk slim berwarna hitam dan label Oddessa di bagian tutupnya. Surprisingly, cukup kuat juga lho, karena ga patah padahal udah dijatohin beberapa kali. Waktu pertama kali beli aku sempet takut gampang patah karena pas di puter kok kayaknya ga firm, terlalu loose gitu. Ternyata sampe hampir sebulan biasa aja tuh, ga patah ato apa. 
  • Fourth, talk about the price. It’s rather acceptable for a good lipstick. Mungkin karena masih baru, harga masih di angka promosi. 😁 Jadi sebisa mungkin enjoy harga 39rebu peraknya selama belum ada kenaikan harga.

Ini penampakannya ya;

    Foto yang pertama, swatch lipstick dari atas ke bawah : 705 (French Kiss) warna merah terang, 710 (Forever) warna pink muda/coral pink, 703 (Redwood) warna coklat muda. Foto kedua, sama-sama 705 dengan kondisi baru (kiri) dan pemakaian 1,5 bulan (kanan).

    But what about the bads?

    • First, untuk pemakaian yang lama akan terbentuk garis kering di bagian dalam bibir. As usual kalau kamu pake lipstik yang kering dengan warna bold, jelas bakal keliatan banget. So if you want to reswatch, lebih baik dihapus dulu deh. Lagian kalo kamu reswatch tanpa dibersihin, residunya sih ga banyak tapi tetep keliatan numpuk sehingga bikin tampilan jadi pecah-pecah dan malah gampang bikin bibir jadi item. So, it’s not always about the lipstick’s formulas, but the way you treat your lips.
    • Second, warnanya memang tahan lama tapi masih ada kemungkinan memudar setelah sekitar 4-5 jam. Soalnya suka ga tentu, kadang aku pake seharian masih intact, tapi kadang jadi mudar. Mungkin ada kondisi tertentu yang bisa bikin warnanya pudar, misalnya kalo dipake makan dan minum berkali-kali.
    • Third, it’s weak against oils. Ga work banget kalo buat makan makanan berminyak. But for me it’s actually no problem, cuman kalo buat dirimu yang banyak beraktifitas di luar kemungkinan harus langsung reswatch setelah makan makanan berminyak. Jelek banget soalnya, sumpah. Hahaha.. 😂😂😂
    • Fourth, the packagingnya.. Duh. I very much like the black packaging and the simple label on its sheath, cuman mbok ya lebih firm lagi donk rollnya. Kalo di goyang-goyang ada suaranya lho, jadi berasa kayak mau lepas. Ngeselin kan? Ini point jeleknya, soalnya loker kerja aku kan selalu penuh barang dan pouch bisa aja jatoh berkali-kali. Meskipun selama ini ga ada masalah apa-apa tetep rasanya ga nyaman. Takut aja tiba-tiba pas mau dipake terus patah. Sedih kan tuh.. 

    Afterall, currently ini tetap jadi lipstik favorit aku sampe nanti bakal ketemu lagi new baby buat di icip-icip. Silahkan ke Eternally store terdekat kalian untuk nyoba lipstik ini ya. 😊 Btw, ini pas aku lagi pake lipstik 705 dan 710.

    In September

    Bulan September udah mulai hujan-hujanan lagi…

    Akhir-akhir ini, entah kenapa kalo aku ada acara keluar dari sarang (kosanku ibarat sarang sih, tempat ngendep yang pewe banget!) pasti ada aja kejadian. Awalnya pas di ajak ke Taman Kupu-kupu Gita Persada di Kemiling, yang udah dari jam 8 pagi mantengin kosan temen ga berangkat-berangkat juga… ternyata jam 10.30 siang baru otw. Lalu terkena tragedi V-belt putus di tengah-tengah tanjakan Batu Putu. Aku baru pertama kali tahu daerah bernama Batu Putu itu yang ternyata mirip-mirip Unit 3 akhirnya harus rela luntang-lantung di jalan sampe jam 12.30 . Ngelewatin proses bolak-balik dari Batu Putu ke Teluk terus ke Gita Persada, barulah tercapai masuk ke taman kupu-kupunya. Lumayeun kan nong, at least bisa foto walopun cuma sebiji dua biji..

    Pulang jam 3 lewat, kan emang udah niat mau ke Mall Boemi Kedaton beli buku. Sebelumnya udah beli buku di Bazaar bukunya, tapi gegara ngebet kepingin beli Mockingjay. Tapi Kamvreto bingit, capek-capek kesana ga taunya udah liyaww.. Ga ketemu sama sekali tuh buku jahanam. Njir banget dah! Jadi daripada ga bawa hasil, beli aja buku Blue Smoke by Nora Roberts sama Barefoot in Baghdad by Manal M. Omar. Untungnya Blue Smoke turned out to be one of faves so far, soalnya udah berapa kali beli buku bazaar yang keliatannya bagus ga taunya yagitudeh.. Ga menarik banget. Untung cuma noban tuh harga.

    Terus kemarin ini, ada rencana mau Kondangan tempat temen di Sukadanaham, tapi akhirnya gagal gegara ketinggalan tumpangan. Aku rada shock berat jadi sempet nangis, tapi akhirnya pasrah aja soalnya ga bisa ngapa-ngapain juga. Kepikiran juga sih.. Ga ada cowok gini nyiksa juga, mau kondangan aja ampe ga ada tumpangan. Ibaratnya ngemis kasihan orang juga. Tapi punya pacar pun ga guna, kejauhan. Derita LDR ya gitu… Sekarang pacar pun ga punya, jadi tambah galau.. 😥

    Kalo aku orangnya gampang weak gegara hal ginian, mungkin udah tiap hari aja mata keperes nangis mulu. Padahal keputusan sendiri, tapi susah buat nerimanya. 4 tahun ngejalanin LDR tanpa sekalipun ketemu, ngegantungin rasa sama orang yang ga berjuang sekalipun buat ketemu minimal sekali dalam setahun, tapi janji udah seribu satu macam diucapin. Aku juga ada batasnya kalo mau sabar, dan mungkin ini nih titik batasnya. Kalo mau dipikir lagi sih, nyesek banget harus berhenti padahal udah segini lama. Tapi masa mau nunggu terus? Kita kan udah sama-sama tua, ga tau umur bakalan panjang atau ga. Yang ditunggu sama perempuan seumur aku ya lamaran nikah, jadi kalo ga dilamar-lamar juga masa mau ditunggu terus?

    Kalau dia mau tau aku di sini gimana mungkin bakal salut kali. Aku cuma temenan sama buku aja, kemana-mana sendiri dan jarang ngajak temen. Kalo ada yang tanya pacarnya mana paling cuma aku senyumin. Ya ampun.. Orang lain mah off day pasti main sama cowoknya, lha aku mentoknya juga ke Gramed ato liat bazaar buku. Padahal banyak waktu buat nyari gebetan baru, tapi aku lebih banyak ngabisin waktu di kamar. Cewek lhoo.. Ga bagus kan di kamar mulu? Tapi aku biasa banget begitu. Udah setia kayak mana aku nungguin dia?

    Lah kok jadi curhat…

    Anyway…

    Akhirnya kalo mikir mau keluar bareng temen yaa… Takut aja ujung-ujungnya jadi gatot lagi dah. Walaupun ga semua acara begitu sih, soalnya waktu main bareng Septi lancar-lancar aja. Nginep di rumahnya juga oke-oke aja tuh. Oh, tapi abisnya ada tikus mati di depan kamarku pas pulang paginya. Untung aku ga jijik’an, jadi langsung aku buang. Udahnya ya tidur, ihihi. Yang di atas tadi itu tuh yang rada ngena di hati. Alhamdulillah kemarin pas belanja ke Simpur lancar deh..

    Oh, tapi beli Bakuman malah lompat volume. Harusnya beli volume 9, eh malah 10. Udah gitu nyarinya meni susyahh!! Efek pake kalung choker kayaknya, begitu di lepas itu bloody books were found!! Lain kali kalo ke toko buku jangan pake choker deh, bikin susah nemuin buku.

    Um.. Recently bought books pas Bazaar kemaren ;

    (Agustus)
    The Ghost Bride by Yangsze Choo
    The Iron Empress by Kang Byung-Sung*
    2 States by Cheetan Baghat (Fave banget!)
    Guru Para Pemimpi by Hadi Surya
    Rembulan Ungu by Bondan Nusantara.*
    Bulan Merah by Gin*

    (September)
    The Hunger Games by Suzanne Collins
    Red Riding Hood by Blakley Cartwright/Johnson
    Blue Smoke by Nora Roberts
    Barefoot in Baghdad by Manal M. Omar
    Impian di Bilik Merah by Cao Xueqin*

    Yang di kasih tanda bintang open for sale. Kalo ada yang mau WA ke 089657191127 yess. Soalnya sayonggg kalo gasuka tapi diendep di kosan, mending jadi hepeng kan? Heheh.. Bisa jadi usaha ini mah. 😀

    Betewe, rencana ke Citra Land juga gagal gegara hujan. Pshh… -_-

    Jangan Marah Pada Fakta

    Kalau ngikutin diskusi grup fans JKT48, ya pasti ga jauh-jauh dari Jepang. Lah ya, namanya juga sister group AKB48 yang dari Jepang, pasti juga kebawa-bawa hal-hal lain tentang Jepang. Sejujurnya, karena aku sendiri juga tertarik sama Jepang, jadi senang-senang aja sih kalau pada diskusi tentang Jepang. Tapi kadang bisa muncul pro dan kontra lho, soalnya memang ada banyak hal dari Jepang yang mengungguli Indonesia. Hal paling umum, soal waktu. Banyak yang setuju bahwa manajemen waktu di Jepang itu lebih baik ketimbang di Indonesia, soalnya orang Indonesia itu kan jam karetnya mah udah terkenal. Tapi akhirnya ada juga yang kesal, katanya, “Ingat, lo juga orang Indonesia, jangan memuji-muji bangsa lain sementara bangsa lo sendiri di anaktirikan.” Ini sih salah satu sifatnya kita juga ya, suka negatif… Pesimis dalam menyimpulkan sesuatu, makanya sering sana-sini rusuh. Padahal, hal tersebut harusnya jadi cambuk keras buat kita. Ga cuma dari pandangan kita aja lho, bahwa Jepang itu apa-apa perfeksionis, everything is about image. Negara-negara lain juga setuju kalau orang Jepang itu sangat teratur dan profesional. Mereka juga kreatif, dan ga puas di satu point. Bagus kan kalau bisa belajar dari mereka?

    Jangan marah bila banyak yang bilang Jepang itu lebih baik daripada Indonesia, karena faktanya banyak. Ga usah bilang, “Ga semua tuh kayak gitu.” Ya iyalah, aku aja ga suka kok lalat-lelet kalau ngapa-ngapain, dan Indonesia tentu punya banyak keunggulan yang ga kalah dari Jepang. Tapi kenapa ga berkembang? Well, pernah dengar, “Yang Muda Yang Berkarya”? Environment kita minim, budaya kita beraneka-ragam tapi wadah untuk eksplorasi sedikit. Banyak sih yang bikin gerakan ini itu, tapi ga saling kerja sama dan bawaannya jadi ego masing-masing. Terus… Yah… Mungkin kesadaran masing-masing, dan support orang tua. Ga tau lah ya, kalau aku pribadi memang ga bisa jadi contoh sebagaimana harusnya generasi muda melakukan sesuatu buat negara.

    Janganlah marah jika ada yang menceritakan hal tentang Jepang yang bertolak belakang dengan Indonesia, karena hal tersebut cuma sekedar pembanding. Ibarat di atas jungkat-jungkit, walaupun kita yang di bawah dan Jepang yang di atas, itu ga hanya terjadi pada kita aja. Jangankan Jepang, lah wong sama Malaysia yang dari dulu udah otot-ototan sama kita, ga ada yang bisa mungkir kalau perkembangan Malaysia mengungguli kita. Harusnya ga boleh tutup mata dan tarik urat dengan kondisi Indonesia yang tertinggal, tapi jangan pula lempar batu sembunya tangan. Ngomongnya jelek, isinya ga ada.

    Aku cinta Indonesia, ga bisa kebayang kalau tempat lahirku bukan Indonesia. Makanya, sejelek apapun wajah Indonesia sekarang, apa bisa yakin mau meninggalkan Indonesia? Bahkan banyak orang yang lama tinggal di luar negeri, masih ingat Indonesia. Gimana pun, ini memang tanah air kita. Ada bangsa yang lebih unggul, jangan marah. Justru malah harusnya mawas diri. Malu lho, marah-marah karena ada yang menceritakan fakta, tapi ga bisa berbuat apa-apa juga. Minimal, bergerak dulu, baru deh marah-marah. Heheheh…